Akar tradisi jadi pegangan kuat terbentuknya komunitas rapper Jogjakarta Hiphop Foundation (JHF). Dari tradisi inilah, JHF yang semula manggung dari kampung ke kampung kini manggung ke kampung halaman hiphop, New York.
Pring reketek gunung gamping ambrol //Ati kudu tetep jo nganti uripmu kagol // Pring reketek gunung gamping ambrol // Uripo sing jejeg nek ra eling jebol.
Itu salah satu lirik dari lagu Ngelmu Pring yang dinyanyikan JHF dalam konser JHF, Newyorkarto: Orang Jawa Ngerap di New York yang digelar di Graha Bhakti Budaya,Taman Ismail Marzuki (TIM) 27-28 April. Lirik lagu ini lebih berbicara soal falsafah hidup manusia. Romo Sindhunata menciptakan puisi itu, lalu disalin menjadi bentuk yang lebih modern oleh JHF lewat lagu rap/hiphop.
Ini pula yang menjadi kekuatan dan penegasan, bagaimana kualitas dan idealisme anak-anak JHF dalam meramu akar tradisi mereka untuk kemudian dibawa ke ranah yang lebih digemari anak muda jaman sekarang lewat musikalisasi Rap ala JHF. JHF sendiri merupakan komunitas hiphop yang tumbuh besar di Yogyakarta.Terdiri dari Kill The DJ yang bernama asli Juki atau Marzuki Muhammad, Balance Perdana Putra dan Geru Wiyoso (Jahanan), Janu Prihaminanto dan Lukman Hakim (Rotra) serta DJ Vanda.Merekalah yang kemudian mengental dan bergabung menjadi JHF.
Semua lagu-lagunya menggunakan bahasa Jawa, tempat di mana JHF tinggal. Konser Newyorkarto merupakan konser restropektif dari perjalanan JHF dari kampung ke kampung menuju New York. Tak melulu bicara soal musik hiphop,konser yang digelar selama dua hari ini juga diisi dengan aksi teatrikal dengan memadukan berbagai unsur kebudayaan seperti wayang kulit, memoar Butet Kartaredjasa, tari yang dicampur dengan elemen multimedia. Alhasil, perpaduan beragam elemen seni ini menghasilkan konser yang tak hanya menghibur tetapi juga masih menegaskan unsur tradisi yang kental.
Pun demikian, repertoar yang disajikan JHF lebih kaya suara dengan aransemen baru dari Kua Etnika pimpinan Djaduk Ferianto. Alhasil,musik mix dari VJ Vanda bercampur dengan gamelan dan orkestrasi string, menghasilkan harmoni musik hiphop yang lebih bernuansa etnik. Pertunjukan dibuka dengan penampilan Kill The DJ yang berduet dengan Soimah Pancawati membawakan lagu Asmaradhana 388. Lirik berbahasa Jawa ini diambil dari serat centhini dengan aransemen musik yang berbasis gamelan. Jelas, dari sisi musikalitas sangat berbeda dengan versi asli lagu ini.
Kua Etnika merubah konsep musik mereka menjadi lebih etnik dengan gamelan dan string yang kuat. Seusai Asmaradhana 388, pertunjukan dilanjutkan dengan semacam prolog dari Ki Dalang Catur Kuncoro (Ki Beyek). Dalang lulusan ISI Yogyakarta yang juga kerap memainkan pertunjukan wayang bocor, maupun wayang kontemporer “Dual Core”ini memulai pertunjukan dengan suluk pewayangan. Suluk ini, jelas membawa nuansa konser hiphop menjadi lebih tradisional.
Penonton seolah dibawa ke ranah pakeliran wayang. Ki Beyek juga mengenalkan satu persatu personil JHF dengan gayanya yang khas. Spontan dan penuh humor. Alhasil, konser yang kaya percampuran tradisi dan kesenian kontemporer itu menjadi sangat menghibur.Penonton tak henti tertawa ketika JHF jeda memainkan lagu. Di tengah pertunjukan Ki Beyek juga kembali beraksi lewat salah satu adegan gorogoro. Goro-goro merupakan salah satu adegan di mana punakawan muncul dalam pakeliran.
Tak hanya Ki Beyek,Butet Kartaredjasa juga tampil dalam memoar monolognya. Sesekali Butet berinteraksi dengan JHF, kali lain ia menyindir adiknya Djaduk Ferianto. Satire Butet yang menyengat dan berbau politik mampu memancing tawa penonton. Butet memang memegang peran penting dalam pertunjukan ini. Bersama dengan Direktur Pertunjukan Agus Noor, ia mengajak JHF untuk menggelar konser yang berbeda.Sebelumnya JHF juga pernah diajak dalam salah satu seri pembuka Indonesia Kita: Laskar Dagelan yang digelar di tempat yang sama.
Namun, kala itu JHF hanya menjadi bagian kecil dari pertunjukan.Namun, untuk konser Newyorkarto kali ini, JHF menjadi aktor utama dalam pertunjukan. Selain membawakan lagu Asmaradhana dan Ngelmu Pring,beberapa repertoar yang dibawakan salah satunya adalah Sembah Raga, Cintamu Sepahit Topi Miring, Rep Kedhep, Jula Juli Zaman Edan,Ora Cucul ora Ngebulhingga Jula Juli Lollypop. Lagu-lagu tersebut, diambil dari puisi Romo Sidhunata. Lalu ada Gangsta Gapi,Sinom 237 dan yang paling fenomenal dan dikenal pencinta JHF adalah Jogja Istimewa.
Selain JHF, beberapa rapper nasional seperti Iwa K yang menyanyikan lagu Bebas dan Saykoji dengan Online-nya. Manggung di panggung kesenian Graha Bhakti Budaya, TIM sebenarnya perjudian yang sangat besar bagi JHF.Posisi tempat duduk di Gedung Kesenian, jelas tidak ramah untuk konser hiphop. Selama pertunjukan, penonton pun nyaris tak bisa bergerak bebas atau menari bersama musikalitas mereka. Penonton hanya mampu menganggukkan kepala mengikuti irama lagu JHF dan Kua Etnika.
Untunglah set panggung dibuat dengan meletakkan pemusik di tengah panggung dan dengan jarak yang dekat dengan penonton.Alhasil nyaris tidak ada sekat di antara pemusik, JHF dan penonton. Semuanya berinteraksi. Dan manakala JHF meminta penonton untuk berdiri menyanyikan lagu Jogja Istimewa, sontak penonton langsung berdiri dan bergoyang bersama. sofian dwi
artikel ::::: sangat jauh dari sempurna, untuk masukan, kritik serta saran yang membangun sangat kami harapkan
_____ ____________________________
wasalam
Dapatkan info dari
=>Tasikmalaya go.id.<= =>denpasarkota go.id.<=
web Resmi Pemerintah
penanggung jawab Blog
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung, Suka postingan ini?Tinggalkan komentar di bawah ini, terima kasih! :)