Alkisah di sebuah sarang yang biasa-biasa saja di dalam rumah kosong yang biasa-biasa saja dalam sebuah kota yang biasa-biasa saja dalam sebuah negara yang juga biasa-biasa saja, hiduplah seekor tomcat dan keluarga besarnya. Keluarga besar mereka bernama keluarga tomcat. Kalo cerita ini tentang kucing, maka nama keluarganya adalah keluarga kucing (eng ing eng?).
Kehidupan keluarga tomcat tenteram-tenteram saja sebelum masuknya penghuni baru yang membawa malapetaka besar bagi keluarga mereka. Penghuni baru ini adalah keluarga yang tidak biasa-biasa saja, terdiri dari suami-istri yang super-duper-duplex perfectionis, dan tiga ekor anak monyet (ups!) tiga biji anak manusia yang kenakalannya setingkat sama dewa petir.
Maka, inilah akhir dari kehidupan biasa-biasa saja dalam cerita pendek ini menuju awal dari kehidupan ironis para anggota keluarga besar tomcat.
Mengapa ironis? Apa pentingnya kehidupan seekor tomcat?
Nah, inilah kesalahan manusia abad ini. Mana bisa para manusia menghargai hak asasi manusia sementara hal-hal kecil seperti hak asasi tomcat saja masih enggan untuk di hargai?!
Pendek cerita, (karena cerita pendek) para anggota keluarga tomcat terbunuh oleh tiga anak monyet (eh, anak manusia) dengan sadis dan tidak berperiketomcatan. Ada yg terinjak, tenggelam, terkena upil, ataupun mati di penggorengan (dimakan loh!). Dan akhirnya, setelah pembantaian yang tidak tomcatwi itu, yang tersisa tinggallah pak tom dan tiga anak tom. Pertanyaannya, mana bu tom? Terbunuh kah? Tentu tidak. Bu tom meninggal waktu melahirkan nak tom yang notabene kembar tiga.
Jadilah pak tom menangis tiap malam, mengeluhlah dia pada tuhan.
“wahai tuhan! Dimana keadilanmu?! Mengapa semua ini harus terjadi pada makhluk kecil macam kami?!” (dan panjang lagi. Menurut sumber yang dapat di percaya, pak tom meminta petunjuk untuk melewati masa-masa sulit ini)
Terjadilah sesuatu saat pak tom tidur. Ia ketindisan (bukan!). Konon pak tom bermimpi bahwa anak-anaknya lah yang harus melakukan semua ini, mengalahkan tiga anak monyet (anak manusia) di luar sana.
Berceritalah pak tom pada tiga biji anak-anaknya, yang akhirnya setuju dan memutuskan untuk keluar dan membuat perhitungan dengan anak-anak monyet (eh, anak manusia). Berkatalah pak tom:
“berjuanglah anak-anakku, masa depan dunia tomcat ini ada di tangan kalian!” *mencium anak-anaknya.
(bersamaan) “ya ayah!” *mengelap bekas ciuman ayahnya.
Sambil mengantar anak-anaknya pergi, pak tom mengintip lewat jendela sambil menghitung langkah anak-anaknya. 1…2…3…4……8…9… “nyek! Krek! Dhuar!” *anak-anak tom terinjak oleh anak-anak monyet (anak manusia). Mati.
Betapa hancur jiwa pak tom melihat anak-anaknya mati secara mengenaskan di depan matanya. (ternyata cerita mimpi tentang anaknya salah, maaf pak tom, ini bukan cerita naruto)
Berteriaklah ia:“tuhan! Kau memang pilih kasih! Coba saja kau tukar para manusia itu dengan kami! Mereka pasti takkan tahan dengan cobaan seperti ini! Kau lebih memihak para manusia daripada tomcat! Kau! Jika anakku tidak kau hidupkan kembali sampai esok pagi, maka kau takkan ku anggap tuhan lagi!”
Begitulah kira-kira doa pak tom menurut kutipan wartawan kami.
Terjadilah keajaiban.
Esok harinya pak tom terbangun dengan takjub. Bukan karena tiga biji anaknya hidup lagi, tapi karena yang terlihat di cermin adalah tubuhnya yang telah berwujud manusia. Dengan dua tangan dan dua kaki. Maka, dengan lantang dan menggema pak tom berteriak:“saatnya balas dendam!”
Berlarilah ia keluar pintu rumahnya (sarang). Namun belum jauh ia berlari tiba-tiba… “krek! Nyek!”
Sebuah kaki raksasa menginjak pak tom, (kaki bapaknya anak monyet (eh, anak manusia) lalu mati.
Ternyata yang pak tom lihat di cermin hanya fatamorgana. Ia tetap saja tomcat.
Terdengarlah suara tuhan menggelegar dari langit: “ga semua yang kamu lihat itu bener!”
dari : http://cerpenmu.com/cerpen-lucu-humor/doa-tomcat-yang-mengancam.html
dari : http://cerpenmu.com/cerpen-lucu-humor/doa-tomcat-yang-mengancam.html
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung, Suka postingan ini?Tinggalkan komentar di bawah ini, terima kasih! :)