. . .
Latest Info :
.
Kota Tasikmalaya ◄ ((KLIK)) Siap Menjadi Tuam Rumah MTQ Tingkat Provinsi Jawa Barat Tahun 2016 
Recent Movies
Showing posts with label agama hindu. Show all posts
Showing posts with label agama hindu. Show all posts

Nyepi


Nyepi adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap tahun Baru Saka. Hari ini jatuh pada hitungan Tilem Kesanga (IX) yang dipercayai merupakan hari penyucian dewa-dewa yang berada di pusat samudera yang membawa intisari amerta air hidup. Untuk itu umat Hindu melakukan pemujaan suci terhadap mereka.

Pengertian Nyepi
Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi, senyap). Hari Raya Nyepi sebenarnya merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan penanggalan/kalender caka, yang dimulai sejak tahun 78 Masehi. Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi, Tahun Baru Saka di Bali dimulai dengan menyepi. Tidak ada aktivitas seperti biasa. Semua kegiatan ditiadakan, termasuk pelayanan umum, seperti Bandar Udara Internasional pun tutup, namun tidak untuk rumah sakit.

Tujuan utama Hari Raya Nyepi adalah memohon ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, untuk menyucikan Bhuana Alit (alam manusia/microcosmos) dan Bhuana Agung/macrocosmos (alam semesta). Sebelum Hari Raya Nyepi, terdapat beberapa rangkaian upacara yang dilakukan umat Hindu, khususnya di daerah Bali.

Melasti, Tawur (Pecaruan), dan Pengrupukan
Tiga atau dua hari sebelum Nyepi, umat Hindu melakukan Penyucian dengan melakukan upacara Melasti atau disebut juga Melis/Mekiyis. Pada hari tersebut, segala sarana persembahyangan yang ada di Pura (tempat suci) diarak ke pantai atau danau, karena laut atau danau adalah sumber air suci (tirta amerta) dan bisa menyucikan segala leteh (kotor) di dalam diri manusia dan alam.

Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada "tilem sasih kesanga" (bulan mati yang ke-9), umat Hindu melaksanakan upacara Buta Yadnya di segala tingkatan masyarakat, mulai dari masing-masing keluarga, banjar, desa, kecamatan, dan seterusnya, dengan mengambil salah satu dari jenis-jenis caru (semacam sesajian) menurut kemampuannya. Buta Yadnya itu masing-masing bernama Pañca Sata (kecil), Pañca Sanak (sedang), dan Tawur Agung (besar). Tawur atau pecaruan sendiri merupakan penyucian/pemarisuda Buta Kala, dan segala leteh (kekotoran) diharapkan sirna semuanya. Caru yang dilaksanakan di rumah masing-masing terdiri dari nasi manca (lima) warna berjumlah 9 tanding/paket beserta lauk pauknya, seperti ayam brumbun (berwarna-warni) disertai tetabuhan arak/tuak. Buta Yadnya ini ditujukan kepada Sang Buta Raja, Buta Kala dan Batara Kala, dengan memohon supaya mereka tidak mengganggu umat.

Mecaru diikuti oleh upacara pengerupukan, yaitu menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Buta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Khusus di Bali, pengrupukan biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Buta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Buta Kala dari lingkungan sekitar.

 Puncak Acara Nyepi


Keesokan harinya, yaitu pada pinanggal pisan, sasih Kedasa (tanggal 1, bulan ke-10), tibalah Hari Raya Nyepi sesungguhnya. Pada hari ini suasana seperti mati. Tidak ada kesibukan aktivitas seperti biasa. Pada hari ini umat Hindu melaksanakan "Catur Brata" Penyepian yang terdiri dari amati geni (tiada berapi-api/tidak menggunakan dan atau menghidupkan api), amati karya (tidak bekerja), amati lelungan (tidak bepergian), dan amati lelanguan (tidak mendengarkan hiburan). Serta bagi yang mampu juga melaksanakan tapa, brata, yoga, dan semadhi.

Demikianlah untuk masa baru, benar-benar dimulai dengan suatu halaman baru yang putih bersih. Untuk memulai hidup dalam tahun baru Caka pun, dasar ini dipergunakan, sehingga semua yang kita lakukan berawal dari tidak ada,suci dan bersih. Tiap orang berilmu (sang wruhing tattwa jñana) melaksanakan brata (pengekangan hawa nafsu), yoga (menghubungkan jiwa dengan paramatma (Tuhan)), tapa (latihan ketahanan menderita), dan samadi (manunggal kepada Tuhan, yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin).

Semua itu menjadi keharusan bagi umat Hindu agar memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan pada tahun yang baru.

Ngembak Geni (Ngembak Api)
Rangkaian terakhir dari perayaan Tahun Baru Saka adalah hari Ngembak Geni yang jatuh pada "pinanggal ping kalih" (tanggal 2) sasih kedasa (bulan X). Pada hari ini Tahun Baru Saka tersebut memasuki hari ke dua. Umat Hindu melakukan Dharma Shanti dengan keluarga besar dan tetangga, mengucap syukur dan saling maaf memaafkan (ksama) satu sama lain, untuk memulai lembaran tahun baru yang bersih. Inti Dharma Santi adalah filsafat Tattwamasi yang memandang bahwa semua manusia di seluruh penjuru bumi sebagai ciptaan Ida Sanghyang Widhi Wasa hendaknya saling menyayangi satu dengan yang lain, memaafkan segala kesalahan dan kekeliruan. Hidup di dalam kerukunan dan damai.
Tukar Link Blog

ARTIKEL KAMI SEJENIS

tokoh umat ::: Master Bejo I sharing I Tanya Jawab I Solution


I N SUWANDHA,SH
RIWAYAT HIDUP S.N SUWISMA
MAHATMA GANDHI
ARTIKEL Download Gratis


Penjor Galungan ::: Master Bejo I sharing I Tanya Jawab I Solution


Umat Hindu dari jaman dahulu sampai sekarang bahkan sampai nanti dalam menghubungkan diri dengan Ida Sanghyang Widi Wasa memakai symbol-simbol. Dalam Agama Hindu simbol dikenal dengan kata niasa yaitu sebagai pengganti yang sebenarnya. Bukan agama saja yang memakai simbol, bangsa pun memakai simbol-simbol. Bentuk dan jénis simbol yang berbeda namun mempunyai fungsi yang sama.

Dalam upakara terdiri dari banyak macam material yang digunakan sebagai simbol yang penuh memiliki makna yang tinggi, dimana makna tersebut menyangkut isi alam (makrokosmos) dan isi permohonan manusia kehadapan Ida Sanghyang Widi Wasa. Untuk mencapai keseimbangan dari segala aspek kehidupan seperti Tri Hita Karana.

Masyarakat di Bali sudah tidak asing lagi dengan penjor. Masyarakat mengenal dua (2) jenis penjor, antara lain Penjor Sakral dan Penjor hiasan. Merupakan bagian dari upacara keagamaan, misalnya upacara galungan, piodalan di pura-pura. Sedangkan pepenjoran atau penjor hiasan biasanya dipergunakan saat adanya lomba desa, pesta seni dll. Pepenjoran atau penjor hiasan tidak berisi sanggah penjor, tidak adanya pala bungkah/pala gantung, porosan dll. Penjor sakral yang dipergunakan pada waktu hari raya Galungan berisi sanggah penjor, adanya pala bungkah dan pala gantung, sampiyan, lamak, jajan dll.

Definisi Penjor menurut I.B. Putu Sudarsana dimana Kata Penjor berasal dari kata “Penjor”, yang dapat diberikan arti sebagai, “Pengajum”, atau “Pengastawa”, kemudian kehilangan huruf sengau, “Ny” menjadilah kata benda sehingga menjadi kata, “Penyor” yang mengandung maksud dan pengertian, ”Sebagai Sarana Untuk Melaksanakan Pengastawa”.

Umat Hindu di Bali pada saat hari raya Galungan pada umumnya membuat penjor. Penjor Galungan ditancapkan pada Hari Selasa/Anggara wara/wuku Dungulan yang dikenal sebagai hari Penampahan Galungan yang bermakna tegaknya dharma. Penjor dipasang atau ditancapkan pada lebuh didepan sebelah kanan pintu masuk pekarangan. Bila rumah menghadap ke utara maka penjor ditancapkan pada sebelah timur pintu masuk pekarangan. Sanggah dan lengkungan ujung penjor menghadap ke tengah jalan. Bahan penjor adalah sebatang bambu yang ujungnya melengkung, dihiasi dengan janur/daun enau yang muda serta daun-daunan lainnya (plawa). Perlengkapan penjor Pala bungkah (umbi-umbian seperti ketela rambat), Pala Gantung (misalnya kelapa, mentimun, pisang, nanas dll), Pala Wija (seperti jagung, padi dll), jajan, serta sanggah Ardha Candra lengkap dengan sesajennya. Pada ujung penjor digantungkan sampiyan penjor lengkap dengan porosan dan bunga. Sanggah Penjor Galungan mempergunakan Sanggah Ardha Candra yang dibuat dari bambu, dengan bentuk dasar persegi empat dan atapnya melengkung setengah lingkaran sehingga bentuknya menyerupai bentuk bulan sabit.

Tujuan pemasangan penjor adalah sebagai swadharma umat Hindu untuk mewujudkan rasa bakti dan berterima kasih kehadapan Ida Sanghyang Widi Wasa. Penjor juga sebagai tanda terima kasih manusia atas kemakmuran yang dilimpahkan Ida Sang Hyang Widi Wasa. Bambu tinggi melengkung adalah gambaran dari gunung yang tertinggi sebagai tempat yang suci. Hiasan yang terdiri dari kelapa, pisang, tebu, padi, jajan dan kain adalah merupakan wakil-wakil dari seluruh tumbuh-tumbuhan dan benda sandang pangan yang dikarunia oleh Hyang Widhi Wasa.

Penjor Galungan adalah penjor yang bersifat relegius, yaitu mempunyai fungsi tertentu dalam upacara keagamaan, dan wajib dibuat lengkap dengan perlengkapan-perlengkapannya.

Dilihat dari segi bentuk penjor merupakan lambang Pertiwi dengan segala hasilnya, yang memberikan kehidupan dan keselamatan. Pertiwi atau tanah digambarkan sebagai dua ekor naga yaitu Naga Basuki dan Ananta bhoga. Selain itu juga, penjor merupakan simbol gunung, yang memberikan keselamatan dan kesejahteraan. Hiasan-hiasan adalah merupakan bejenis-jenis daun seperti daun cemara, andong, paku pipid, pakis aji dll. Untuk buah-buahan mempergunakan padi, jagung, kelapa, ketela, pisang termasuk pala bungkah, pala wija dan pala gantung, serta dilengkapi dengan jajan, tebu dan uang.

Oleh karena itu, membuat sebuah penjor sehubungan dengan pelaksanaan upacara memerlukan persyaratan tertentu dalam arti tidak asal membuat saja, namun seharusnya penjor tersebut sesuai dengan ketentuan Sastra Agama, sehingga tidak berkesan hiasan saja. Sesungguhnya unsur-unsur penjor tersebut adalah merupakan symbol-simbol suci, sebagai landasan peng-aplikasian ajaran Weda, sehingga mencerminkan adanya nilai-nilai etika Agama. Unsur-unsur pada penjor merupakan simbol-simbol sebagai berikut:
- Kain putih yang terdapat pada penjor sebagai simbol kekuatan Hyang Iswara. 
- Bambu sebagai simbol dan kekuatan Hyang Brahma. 
- Kelapa sebagai simbol kekuatan Hyang Rudra. 
- Janur sebagai simbol kekuatan Hyang Mahadewa. 
- Daun-daunan (plawa) sebagai simbol kekuatan Hyang Sangkara. 
- Pala bungkah, pala gantung sebagai simbol kekuatan Hyang Wisnu. 
- Tebu sebagai simbol kekuatan Hyang Sambu. 
- Sanggah Ardha Candra sebaga: simbol kekuatan Hyang Siwa. 
- Upakara sebagai simbol kekuatan Hyang Sadha Siwa dan Parama Siwa.

Didalam Lontar “Tutur Dewi Tapini, Lamp. 26”, menyebutkan sebagai berikut :
 “Ndah Ta Kita Sang Sujana Sujani, Sira Umara Yadnva, Wruha Kiteng Rumuhun, Rikedaden Dewa, Bhuta Umungguhi Ritekapi Yadnya, Dewa Mekabehan Menadya Saraning Jagat Apang Saking Dewa Mantuk Ring Widhi, Widhi Widana Ngaran Apan Sang Hyang Tri Purusa Meraga Sedaging Jagat Rat, Bhuwana Kabeh, Hyang Siwa Meraga Candra, Hyang Sadha Siwa Meraga “Windhune”, Sang Hyang Parama Siwa Nadha, Sang Hyang Iswara Maraga Martha Upaboga, Hyang Wisnu Meraga Sarwapala, Hyang Brahma Meraga Sarwa Sesanganan, Hyang Rudra Meraga Kelapa, Hyang Mahadewa Meraga Ruaning Gading, Hyang Sangkara Meraga Phalem, Hyang Sri Dewi Meraga Pari, Hyang Sambu Meraga Isepan, Hyang Mahesora Meraga Biting (IB. PT. Sudarsana, 61; 03) 
WHD No. 478 Nopember 2006. read more >>

ARTIKEL Download Gratis


banten bali ::Master Bejo I sharing I Tanya Jawab I Solution


Beberapa Jenis Persembahan:

Canang Genten 

Sebagai alas dapat digunakan taledan, ceper ataupun daun pisang yang berbentuk segi empat. Diatasnya berturut-turut disusun perlengkapan yang lain seperti: bunga dan daun-daunan, porosan yang terdiri dari satu/dua potong sirih diisi sedikit kapur dan pinang, lalu dijepit dengan sepotong janur, sedangkan bunganya dialasi dengan janur yang berbentuk tangkih atau kojong. Kojong dengan bentuk bundar disebut "uras-sari". 

Bila keadaan memungkinkan dapat pula ditambahkan dengan pandan-arum, wangi-wangian dan sesari (uang). Waulupun perlengkapan banten ini sangat sederhana, tetapi hampir semuanya mempunyai arti simbolis antara lain: jejaitan/tetuwasan reringgitan, melambangkan kesungguhan hati, daun-daunan melambangkan ketenangan hati. Sirih, melambangkan dewa wisnu, kapur melambangkan dewa siva, pinang melambangkan dewa brahma, suci bersih, dan wangi-wangian sebagai alat untuk menenangkan pikiran kearah kesegaran dan kesucian. 

Canang ini, baik besar maupun kecil bahkan selalu digunakan untuk melengkapi sesajen-sesajen yang lain, hanya saja bentuk alat serta porosannya berbeda-beda. Kembali ke atas

Canang Buratwangi

Bentuk banten ini seperti canang genten dengan ditambahkan "burat wangi" dan dua jenis "lenga wangi". Ketiga perlengkapan tersebut masing-masing dialasi kojong atau tangkih. Burat wangi dibuat dari beras dan kunir yang dihaluskan dicampur dengan air cendana atau mejegau. Ada kalanya dicampur dengan akar-akaran yang berbau wangi. Lenga Wangi ( minyak wangi) yang berwarna putih dibuat dari menyan, 'malem" ( sejenis lemak pada sarang lebah), dicampur dengan minyak kelapa. Lenga wangi (minyak wangi) yang berwarna kehitam-hitaman dibuat dari minyak kelapa dicampur dengan kacang putih, komang yang digoreng sampai gosong lalu dihaluskan. 

Ada kalanya campuran tersebut dilengkapi dengan ubi dan keladi (talas), yang juga digoreng sampai gosong. Biasanya untuk memperoleh campuran yang baik, terlebih dahulu minyak kelapa dipanaskan, kemudian barulah dicampur dengan perlengkapan lainnya. Secara keseluruhan "lenga-wangi" dan "burat-wangi" melambangkan Hyang Sambhu. Menyan melambangkan Hyang Siva, Majegau melambangkan Hyang Sadasiva sedang cendana melambangkan Hyang Paramasiva. 

Banten ini dipergunakan pada hari-hari tertentu seperti pada hari Purnama, Tilem, hari raya Saraswati dan melengkapi sesajen-sesajen yang lebih besar. Kembali ke atas


Bentuk banten ini agak berbeda dengan banten/canang genten sebelumnya, yaitu dibagi menjadi dua bagian. Bagian bawahnya bisa berbentuk bulat ataupun segiempat seperti ceper atau taledan. Sering pula diberi hiasan "Trikona/plekir" pada pinggirnya. Pada bagian ini terdapat pelawa, porosan, tebu, kekiping (sejenis jajan dari tepung beras), pisang emas atau yang sejenis dan beras kuning yang dialasi dengan tangkih. Dapat pula ditambah dengan burat wangi dan lengawangi seperti pada canang buratwangi. Di atasnya barulah diisi bermacam-macam bunga diatur seindah mungkin dialasi dengan sebuah "uras sari/sampian uras". 

Canang sari dilengkapi dengan sesari berupa uang kertas, uang logam maupun uang kepeng. Perlengkapan seperti tebu, kekiping, dan pisang emas disebut "raka-raka". Raka-raka melambangkan Hyang Widyadhara-Widyadhari. Pisang emas melambangkan Mahadewa, secara umum semua pisang melambangkan Hyang Kumara, sedangkan tebu melambangkan Dewa Brahma. 

Canang sari dipergunakan untuk melengkapi persembahan lainnya atau dipergunakan pada hari-hari tertentu seperti: Kliwon, Purnama, Tilem atau persembahyangan di tempat suci. Kembali ke atas

Canang Pesucian

Canang ini disebut juga canang pengeraos yang terdiri atas dua buah aled atau ceper. Pada bagian bawah berisi kapur, pinang, gambir, tembakau yang dialasi dengan kojong. disusuni beberapa lembar daun sirih, sedangkan aled atau ceper yang lain berisi bija serta minyak wangi yang dialasi celemik atau kapu-kapu kemudian dilengkapi bunga yang harum. Kembali ke atas

Tadah Pawitrah / Tadah Sukla

Bentuknya seperti canang genten ditambahkan dengan pisang kayu yang mentah, kacang komak, kacang putih, ubi dan keladi. Semua perlengkapan digoreng dan masing-masing dialasi tangkih dan kojong. Banten ini dipergunakan untuk melengkapi beberapa jenis sesajen seperti: daksina Pelinggih dan lain-lainnya. Kembali ke atas

Cane

Dipakai sebuah dulang kecil dihiasi dengan sesertiyokan dari janur. Ditengah-tengahnya ditancapkan batang pisang. Disekitarnya diisi perlengkapan lain seperti: Bija, Air cendana dan burat wangi, masing-masing dialasi dengan empat buah tangkir atau mangkuk kecil. Dilengkapi pula dengan kojong empat buah yang berisi tembakau, pinang dan lekesan yaitu, 2 lembar sirih yang dilengkapi dengan gambir dan kapur dan diikat dengan benang. Dapat pula ditambah dengan rokok dan korek api sebanyak empat batang.

Bunganya ditancapkan menlingkar pada batang pisang dan paling diatas diisi cili atau hiasan-hiasan lainnya. Cane dipergunakan terutama pada waktu upacara melasti dijunjung mendahului pratima atau dasksina pelinggih. Cane juga digunakan pada rapat-rapat desa adat untuk memohon agar pertemuan berjalan lancar. Setelah pertemuan selesai, cane akan dilebar yaitu dengan jalan membagi-bagikan air cendana, Bidja, Bunga serta perlengkapan lainnya. Kembali ke atas

Canang Meraka

Sebagai alas dari canang ini digunakan ceper atau tamas, diatasnya diisi tebu, pisang, buah-buahan, beberapa jenis jajan dan sebuah "sampian" disebut "Srikakili" dibuat dari janur berbentuk kojong diisi plawa, porosan serta bunga. Sesungguhnya masih banyak jenis-jenis canang tubungan, Canang Gantal, Canang Yasa. Canang pengraos dan lain-lain. 

Pada umumnya bahan yang diperlukan hampir sama, hanya bentuk porosan dan cara pengaturannya yang berbeda. Rupanya pemakaian sirih, kapur dan pinang mempunyai dua fungsi sebagai simbul atau lambang yaitu: 
- Sirih melambangkan Dewa Wisnu
- Pinang melambangkan Dewa Brahma
- Kapur melambangkan Dewa Siwa 

Untuk persembahan biasa berfungsi sebagai makanan, dalam hal ini penggunaannya dilengkapi dengan tembakau dan gambir. Kembali ke atas

Daksina

Alas Daksina disebut wakul Daksina atau bebedogan. Kedalamnya berturut-turut dimasukan tampak (sejenis jejahitan berbentuk silang atau tampak dara) beras, sebutir kelapa yang sudah dikupas sampai bersih (mekelas), serta beberapa perlengkapan yang dialasi dengan kojong seperti telur itik yang mentah, bija ratus (campuran berbagai biji-bijian), gantusan (campuran berbagai jenis bumbu), Kelawa peselan (Daun salak, ceruring, Manggis,durian, dll), base-tampel, kemiri (tingkih), tangi, Pisang kayui yang mentah, uang, canang payasan, yaitu sejenis canang genten tetapi alasnya berbentuk segitiga ditempelin dengan reringgitan yang khusus. Dapat pula dilengkapi dengan canang buratwangi atau canang sari atau yang lain.

Perlengkapan seperti telur itik uang, ataupun gantusan kiranya dapat digolongkan buah sebab pengertian buah mempunyai arti yang agak luas. Persembahan yang berupa daksina dianggap sudah lengkap sebagai mana disut dalam Bagawadgitha. Disamping itu penggunaan telir itik dan uang rupanya mempunyai fungsi tersendiri secara umum kelapa dapat digolongkan sebagai buah, tatapi yang lebih diutamakan airnya.

Diusahakan mempergunakan telur itik bukan telur ayam sebab itik lebih banyak menunjukan sifat-sifat satwam sedangkan ayam lebih banyak menunjukan sifat rajas dan tamas oleh karena itu pula beberapa daksina terutama yang melambangkan bhutkala dipergunakan telur ayam, tetapi bila ditujukan kepada Hyang Widhi para Dewat dan Leluhur sedapat mungkin dipergunakan telur itik. Penggunaan uang yang disebut pula sesari atau akah kiranya untuk menyempurnakan isi daksina sehingga persembahan yang dilengkapi dilengkapi dengan daksina benar-benar diharapkan memberikan kesukseskan atau hasil yang sebagai mana diharapkan. 

Daksina disebut Juga "YadnyaPatni" yang artinya istri atau sakti daipada yadnya. Daksina juga dipergunakan sebagai mana persembahan atau tanda terima kasih, selalu menyertai banten-banten yang agak besar dan sebagainya perwujudan atau pertapakan. Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan bahwa Daksina melambangkan Hyang Guru/ Hyang Tunggal kedua nama tersebut adalah nama lain dari Dewa Siwa. Kembali ke atas

Ajuman

Bahan perlengkapan yang diperlukan untuk membuat ajuman adalah: nasi yang disebut "penek" atau "telompokan", beberapa jenis jajan, buah-buahan, lauk pauk berupa serondeng atau sesaur, kacang-kacangan, ikan teri, telor, terung, timun, taoge (kedelai), daun kemangi (kecarum), garam, dan sambal. Sebagai alasnya dapat digunakan "taledan" atau yang lainnya. Di atasnya diisi dua buah penek, lauk pauk yang dialasi dengan tangkih berbentuk segitiga, jajan buah-buahan dan sampaian soda (sampian ajuman) berbentuk tangkih. Kadang bagian atasnya dibuat agak indah seperti kipas disebut "sampian kepet-kepetan". Dapat pula dilengkapi dengan canang genten/ canang sari/ canang burat wangi. 

Ajuman disebut juga soda (sodaan) dipergunakan tersendiri sebagai persembahan ataupun melengkapi daksina suci dan lain-lain. Bila ditujukan kehadapan para leluhur, salah satu peneknya diisi kunir ataupun dibuat dari nasi kuning, disebut "perangkat atau perayun" yaitu jajan serta buah-buahannya di alasi tersendiri, demikian pula lauk pauknya masing-masing dialasi ceper /ituk-ituk, diatur mengelilingi sebuah penek yang agak besar. Di atasnya diisi sebuah canang pesucian, canang burat wangi atau yang lain. Kembali ke atas

Peras

Perlengkapan serta cara penyusunannya hampir sama dengan ajuman, tetapi nasinya berbentuk tumpeng (dua buah), alasnya ditempeli "Kulit-peras" yaitu sejenis jejahitan yang khusus, sedangkan sampaiannya disebut Sampian Tupeng (Sampian Peras).

Banten ini boleh dikatakan tidak pernah dipergunakan tersendiri, tetapi menyertai banten-banten yang lain seperti: daksina, suci, tulang-sesayut dan lain-lainnya. Dalam beberapa hal, pada alasnya dilengkapi dengan sedikit beras dan benang putih. Untuk menunjukkan upacara telah selesai, maka seseorang (umumnya pimpinan upacara) akan menarik lekukan pada "kulit-peras", dan menaburkan beras yang ada dibawahnya. Pada lontar Yajna-prakerti disebut bahwa peras melambangkan Hyang Tri Guna-Sakti. 

Kiranya kata "Peras" dapat diartikan "sah" atau resmi, seperti kata: "meras anak" mengesahkan anak, "Banten pemerasan", yang dimaksud adalah sesajen untuk mengesahkan anak/cucu; dan bila suatu kumpulan sesajen tidak dilengkapi dengan peras, akan dikatakan penyelenggaraan upacaranya "tan perasida", yang dapat diartikan "tidak sah", oleh karena itu banten peras selalu menyertai sesajen-sesajen yang lain terutama yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Kembali ke atas

Banten Jotan

Banten jotan (saiban) disebut pula "Yajnasesa", merupakan yadnya setiap hari bagi umat Hindu di Bali khususnya. Di India juga dapat ditemukan hal yang sama. Bahan perlengkapannya adalah: sedikit nasi, garam, serta lauk pauk lainnya yang baru dimasak. sebagai alas dapat dipakai daun atau piring kecil-kecil. Kembali ke atas

Banten Suci

Alas dari banten suci ini adalah beberapa buah tamas. Warna jajan yang dipergunakan adalah putih dan kuning, jajan yang berwarna putih ditempatkan disebelah kanan dan yang kuning ditempatkan disebelah kiri. Di antara jajan tersebut ada yang dinamakan "sasamuhan" terbuat dari tepung beras yang dicampur sedikit tepung ketan, parutan kelapa serta air. Campuran tersebut lalu dibentuk kemudian digoreng. Jajan-jajan tersebut ada yang diberi nama: Kekeber, Kuluban, Puspa, Karna, Katibuan-udang, Panji, Ratu-magelung, Bungantemu dan lain sebagainya. 

Yang perlu diperhatikan di sini adalah perbandingan antara jajan yang berwarna putih hendaknya lebih banyak dari pada jajan yang berwarna kuning, misalnya 12:6, 9:5, 7:5, 5:4, dst.

Pada banten suci tiap tempat /tamas diisi perlengkapan yang jumlahnya telah ditentukan, seperti: tamas yang paling bawah berisi pisang, tape, buah-buahan, masing-masing 5 biji/iris, jajan sesamuhannya 1 biji tiap jenis: tamas yang kedua berisi 2 biji/iris, dst. Secara sederhana 1 soroh suci terdiri dari: Suci, daksina, peras, ajuman, tipat kelan, duma (sejenis banten) pembersihan, canag lengawangi/ buratwangi, canang sari dan buah pisang. Pada upacara yang agak besar dilengkapi dengan perayunan. Kembali ke atas

Banten Gebogan/Pajegan

Gebogan atau pajegan adalah suatu bentuk persembahan berupa susunan dan rangkaian makanan termasuk juga buah-buahan dan bunga-bungaan. Umumnya dibawa dan ditempatkan dipura dalam rangkaian upacara Panca Yadnya. Ini karena keindahan bentuknya, hanya digunakan hanya sebagai dekorasi. Kembali ke atas

Penjor

Pejor adalah sarana keagamaan sebagai persembahan dan juga perlambangan Gunung Agung, Naga Basuki dan Naga Ananta Boga.Penjor dipasang pada hari penampahan Galungan di depan pintu masuk sebagai pertanda kemenangan dharma. Penjor dengan segala perlengkapannya, yang menggunakan hiasan seperti daun daunan, ibi ubian, buah buahan, jenis jajan, kain uang kepeng sebagai simbul dari Naga Anantha Bhoga dan Naga basuki. 

Kedua Naga ini perlambang anugrah dari Hyang Widhi. Naga Anantha Boga simbul tanah yang dapat membrikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi kehidupan manusia. Sedangkan Naga Basuki lambang keselamatan, yaitu selamat dari penyakit, penderitaan. Itulah sebabnya, penjor menyerupai bentuk Naga, dengan kepalanya di bawah penjor dilukiskan mulut dari naga.

Pada hari Umanis galungan penjor tersebut digoyang goyangkan sedikit agar dahan perlengkapan yang tergantung jatuh dengan maksud mohon anugrah dari Hyang Widhi. Setelah budha keliwon Pegatwakan, 35 hari setelah Galungan penjor dicabut dan sampahnya dibakar habis abunya dimasukan ke dalam kelapa gading ditanam di depan rumah dengan harapan agar memberi sesuatu kekuatan untuk memperkokoh jiwa agar penghuni menjadi selamat. Kembali ke atas

Lamak

Lamak adalah suatu ukiran dari janur, daun enau baik yang warna hijau maupun yang warna krem sebagai alas yang ditempatkan dalam suatu bangunan pelinggih. Dalam lamak terdapat berbagai ukiran simbol-simbol keagamaan yaitu: Simbul Gunungan atau kekayonan, Cili-cilian, Bulan, Bintang, Matahari dan sebagainya. Penggunaannya dilengkapi denga Plawa, Canang dan Dupa. Kembali ke atas read more >>

ARTIKEL Download Gratis


canangsari dan fungsinya Master Bejo I sharing I Tanya Jawab I Solution


Canang Sari Adalah Sebuah Persembahan yang tertinggi dan utama bagi Tuhan dan para dewa yang dipercayai oleh penganut ajaran Hindu Bali. Dengan sebuah canang sari dan diiringi oleh doa niscaya doa kita akan dikabulkan oleh tuhan khususnya bagi yang Percaya.canang sari selain fungsinya untuk persembahan atau pengantar doa kita sehari-hari, tidak jarang juga canang sari di pake hiasan di atas meja di areal perhotelan atau wisata di bali Namun perlu di perhatikan bahwa canang yang di pake hiasan dan sesajen sangatlah beda karena dalam canang sari yang di peruntukan untuk persembahyangan haruslah dilengkapi dengan bahan-bahan sakralnya seperti porosan, tebu, pisang, dan jajan kering. Keindahan dari rangkainan janur kuning beserta penmpatan macam-macam bunga yang terdapat dalam canang sari memberikan nilai lebih dari sekedar sesajen ataupun persembahan kepada tuhan melainkan juga mencerminkan berapa uniknya bali dan kreatifnya adat bali.

Adapun beberapa komponen atau isi dari canang sari tersebut adalah:
Komponen canang sari :
- Janur Kuning sebagai alas; yang sudah dii rangkai sedemmikian rupa
- Porosan (sebentuk kecil daun janur kering yang berisi kapur putih);
- Seiris pisang;
- Seiris tebu:
- Boreh miik (sejenis bubuk berbau wangi);
- Di atasnya diletakkan bunga beraneka ragam (umumnya berupa warna : putih, kuning, merah, biru,hijau);
Fungsi utama canang adalah :
sebagai sarana persembahyangan di Bali
sebagai  alat konsentrasi dalam melaksanakan persembahyangan
read more 

ARTIKEL Download Gratis


kalender bali Master Bejo I sharing I Tanya Jawab I Solution




ARTIKEL Download Gratis



Keramik Asing di Situs Kota Majapahit

Keramik Asing di Situs Kota Majapahit
Oleh : Widiati

Salah satu jenis benda yang mudah ditemukan hampir di seluruh permukaan tanah situ-kota Majapahit di Trowulan seluas 9 x 11 km adalah pecahan-pecahan keramik asing. Aktivitas masyarakat sekarang ketika mengolah lahan memungkinkan benda benda itu muncul ke permukaan dalam jumlah yang tidak sedikit.

Keramik Asing di Situs Kota Majapahit
Oleh : Widiati

Salah satu jenis benda yang mudah ditemukan hampir di seluruh permukaan tanah situ-kota Majapahit di Trowulan seluas 9 x 11 km adalah pecahan-pecahan keramik asing. Aktivitas masyarakat sekarang ketika mengolah lahan memungkinkan benda benda itu muncul ke permukaan dalam jumlah yang tidak sedikit. Demikian pula dari kegiatan ekskavasi arkeologi, pecahan-pecahannya terlihat di berbagai lapisan tanah yang berbeda. Kenyataan itu membuktikan bahwa masyarakat Majapahit sudah terbiasa menggunakan keramik untuk keperluan hidupnya.


Ratusan ribu pecahan keramik asing yang telah ditemukan mencakup beragam bentuk wadah seperti ternpayan, guci, buli-buli, cepuk, pasu, piring, mangkok, kendi, jambangan, vas, dan botol; bahkan wadah-wadah seperti bagian-bagian bangunan, figurin, kelereng, dan lain-lain. Semua itu dalam berbagai bentuk, hiasan, warna maupun ukuran. Keanekaragaman bentuk tersebut menggambarkan bermacam peralatan yang digunakan saat itu dalam kehidupan masyarakat. Kenyataan juga menunjukkan bahwa keramik berglasir selain digunakan sebagai perlengkapan hidup, juga telah dijadikan model untuk mengembangkan berbagai variasi bentuk benda dari tanah liat, karena beberapa bentuk benda dari tanah liat, ditemukan serupa dengan keramik berglasir. Dari tampakan wujudnya, yaitu bahan dasar berwarna putih, permukaannya diberi lapisan glasir sehingga tampak kilap, menunjukkan bahwa jenis benda seperti itu bukanlah produksi setempat. Kaolin, bahan baku utamanya sama sekali tidak tersedia di sekitar daerah Trowulan.

Barang-barang keramik ini sebagian besar berasal dari Cina, pada masa dinasti Song abad X - XIII hingga dinasti Qing abad AXVII-XX; dan sebagian kecil dari wilayah Asia Tenggara Daratan antara lain dari Vietnam, Thailand, dan Kamboja, darimasa antara abad XII-XVIII. Di antara asal keramik seperti tersebut diatas, paling banyak ternyata berasal dari masa dinasti Yuan dan Ming awal (antara abad XIII hingga XV). Sementara itu dari kedua masa itu yang terbanyak adalah mangkok berwarna hijau keabuan, biasa disebut seladon, dibuat dari bahan batuan (stoneware) berwarna abu-abu dengan tekstur padat. Kebanyakan bagian dasar dalamnya terdapat hiasan goresan flora dalam lingkaran tidak berglasir atau ‘tapal kuda’ (biscuited ring). Selain seladon, banyak juga ditemukan keramik berwarna putih dengan hiasan warna biru yang diberi lapisan transparan. Kebanyakan hiasan pada mangkok jenis ini memiliki motif bunga peony dan geometris. Warnawarna lain seperti coklat kekuningan, hitam, coklat kehitaman, hijau, putih kebiruan terdapat antara lain pada bentuk-bentuk seperti tempayan, guci, kendi, cepuk, botol, dsb.

Selain keramik Cina, keramik Thailand (khususnya buatan Sawankhalok dan      Sukothai) dari masa yang sejaman juga cukup banyak ditemukan. Wadah-wadah buatan Sawankhalok di antaranya berupa mangkok seladon, buli-buli cokiat kehitaman dengan 2 kupingan di bagian tepian; sedangkan dari Sukothai terutama piring berwarna putih dengan hiasan ikan warna coklat kehitaman di bagian dasar dalam.

Selain ke dua tempat asal tersebut di atas ditemukan pula banyak keramik buatan Vietnam sejaman. Umumnya berupa mangkok berwarna coklat, putih dengan hiasan biru. hijau, dan putih kekreman; sedangkan cepuk cenderung berwarna putih dengan hiasan biru. Yang menarik adalah adanya bahan bangunan di antara keramik-keramik buatan Vietnam. Jenis ini sama sekali tidak dijumpai di antara keramik-keramik berglasir buatan Cina maupun Thailand. Gejala ini memunculkan dugaan bahwa bentuk tersebut hanya merupakan pesanan khusus semata.

Seperti disebutkan di atas, masa pemakaian keramik berglasir buatan luar Majapahit mencapai rentang masa yang cukup panjang, yaitu dari Song akhir (abad XIII) sampai dengan Qing (awal abad XX), dengan masa puncak kejayaan pemakaian antara abad XIII hingga abad ke XV. Rentang waktu yang mencapai beberapa abad tersebut mencerminkan adanya kegiatan perdagangan keramik internasional yang bersifat berkesinambungan. Keadaan tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa pada waktu itu terdapat suatu badan yang mengelola jual beli komoditi tersebut.

Lebih banyaknya keramik buatan Cina dibandingkan dari daerah lainnya mungkin menunjukkan bahwa buatan Cina lebih disukai dibandingkan yang lain, atau karena tersedia dalam jumlah yang cukup, dianggap mempunyai mutu yang lebih baik, atau keramik Cina memang mendominasi pasar, sehingga keramik lain memang kurang mendapat perhatian.

Melimpahnya temuan keramik di Trowulan ternyata sesuai dengan berita tertulis yang menyebutkan bahwa banyak pedagang Cina di Majapahit yang membawa barang dagangan, diantaranya porselin yang merupakan bagian dari barang bawaan pedagang Cina yang banyak mengalir ke Majapahit. setidaknya dari berita Dinasti Ming disebutkan bahwa orang Majapahit sangat menyukai piring-piring seladon atau piring-piring biru putih berhiasan bunga (Satari 1984). Selain itu menurut Watt (1984) jenis keramik yang merupakan mayoritas temuan di situs Trowulan adalah wadah-wadah dari tungku Longquan. Jenis ini merupakan jenis yang banyak diproduksi dan diperdagangkan, dan masa-masa produksi tersebut merupakan masa kejayaan perdagangan Cina dengan negara luar. Berita tentang pemuatan keramik jenis green ware atau barang-barang hijau disebut pula dalam ekspedisi Shun-Feng-Hsiang-Sung, yang berisi kumpulan jalur navigasi yang dilalui kapal Cina beserta barang-barang yag dikirimkan (Feng 1981 dan Milla 1984).

Pedagang Cina yang banyak berdatangan pada masa itu langsung membawa keramik dari negerinya, juga kemungkinan besar membawa keramik dari Vietnam dan Thailand. Selain pedagang Cina, tidak tertutup kemungkinan saudagar-saudagar India, Arab, Gujarat, Persia dan bangsa lain memperjual-belikan berbagai komoditi dari berbagai daerah, sehingga dapat dikatakan Majapahit sebagai pusat kegiatan perdagangan yang bersifat internasional. WHD. No. 506 Pebruari 2009.
artikel tulisan di sadur dari : http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=1668&Itemid=29



ARTIKEL Download Gratis



Unduh Adobe Flash player

Social Traffic Exchange Indonesia
 
Support : Creating Website | Admin | Fanpage Kami
Copyright © 2011. Google News - All Rights Reserved
Template Created by On Facebook Published by Group
Proudly powered by Blogger
.