Sumber |
Penamaan Surakarta dan Perpindahan Kraton Kasunanan
Penamaan Surakarta dapat ditelusuri dari proses perpindahan keraton
dari Kartosuro ke Sala. Ketika Sala sudah selesai dibangun, maka prosesi
perpindahan keraton dilaksanakan pada tahun 1745 yang berangkat dari
alun-alun kartosuro pada pukul tujuh pagi. Sesampai di Pasar Jongke
istirahat sebentar dengan mendengarkan musik Jawa (klenengan) yang sudah
disiapkan. Sekitar pukul dua siang kembali meneruskan perjalanan dan
tiba di Desa Sala pada pukul lima sore.
Perjalanan dan upacara perpindahan tersebut memang sangat lambat
karena diikuti oleh para wanita dan anak-anak beserta barang bawaannya
masing-masing. Sesampai di Desa Sala, mereka menghadap di pasewakan Sasana Pagelaran (sumewa), sedangkan barisan keputren terus ke bangunan Prabasuyasa. Sore itu Raja belum mengadakan pertemuan upacara perpindahan. Baru esok paginya, Raja mengadakan Pasewakan Agung di Sasana Sumewa lengkap dengan para abdi dalem dan prajurit Belanda.
Untuk pengaturan tempat tinggal abdi dalem, Raja memerintahkan kepada
Patih Jawi dan Lebet untuk mengaturnya, sedang untuk prajurit kompeni
diserahkan kepada Mayor Hogendrop. Selanjutnya pada pasewakan esok
harinya Raja bersabda sebagai berikut:
Heh kawulaningsun. kabeh padha ana piyarsakna pangandikaningsun, ingsun karsa ing mengko wiwit dina iki, desa ing Sala ingsun pundhut jenenge, ingsun tetepake dadi negaraningsun, ingsun paringi jeneng Negara Surakarta Hadiningrat. Sira padha angestokna sakawulaningsun satlatah ing nusa Jawa kabeh. (Pawarti Surakarta, 1939:26)
yang artinya :
Wahai rakyatku, dengarkanlah sabdaku ini, Mulai hari ini desa Sala saya ambil namanya dan saya tetapkan menjadi negara saya dan saya beri nama Negara Surakarta Hadiningrat. Patuhi dan laksanakan wahai seluruh rakyat se-pulau Jawa.
Pemberian nama Surakarta Hadiningrat mengikuti naluri leluhur, bahwa
Kerajaan Mataram yang berpusat di Karta, kemudian ke Pleret, lalu pindah
ke Wanakarta, yang kemudian diubah namanya menjadi Kartasura. Surakarta
Hadiningrat berarti harapan akan terciptanya negara yang tata tentrem karta raharja (teratur tertib aman dan damai), serta harus disertai dengan tekad dan keberanian menghadapi segala rintangan yang menghadang (sura) untuk mewujudkan kehidupan dunia yang indah (Hadiningrat). Dengan demikian, kata “Karta” dimunculkan kembali sebagai wujud permohonan berkah dari para leluhur pendahulu dan pendirian kerajaan Mataram.
Kemudian prosesi selanjutnya yaitu doa syukur serta diadakan upacara penanaman Pohon Beringin Kurung Sakembaran di alun-alun utara yang dipimpin oleh Patih Pringgalaya dan Patih Danureja. Kedua pohon beringin itu kemudian diberi nama Jayandaru dan Dewandaru yang berarti kejayaan dan keluhuran. Sedangkan pohon beringin di alun-alun kidul ditanam oleh Bupati Mancanagara.
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung, Suka postingan ini?Tinggalkan komentar di bawah ini, terima kasih! :)