Pengertian Masyarakat Madani
Masyarakat Madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, serta masyarakat yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Salah satu tokoh yang turut memperkenalkan konsep masyarakat madani di
Indonesia adalah Nurcholish Madjid, beliau dikenal juga sebagai bapak
bangsa. Tidak sedikit pemikirannya turut mempengaruhi corak pemikiran
intelektual bangsa Indonesia, mulai dari ide sekularisasi hingga
masyarakat madani. Ketika masyarakat madani kemudian disejajarkan dengan
istilah civil society dari barat, beliau menawarkan ide dengan mengacu
pada konsep "negara kota Madinah" yang dibangun Nabi Muhammad Saw pada
622 M. Dalam makalah ini akan disajikan bagaimana pandangan Nurcholish
Madjid tentang masyarakat madani serta kontribusinya bagi pemikiran
pendidikan Islam sebagai gerakan sistematis menuju masyarakat madani.
Biografi Nurcholish Madjid
Nurcholish Madjid lahir di Jombang, Jawa Timur 17 maret 1939/26 Muharram 1358 H. Ayahnya K.H Abdul Madjid, seorang Kyai jebolan pesantren Tebuireng, Jombang. Ibunya Hj. Mardiyah Fathonah Madjid adalah putri Kyai Abdullah Sadjad teman baik Kyai Hasyim Asy'ari. Sketsa ini menggambarkan bahwa Nurcholish Madjid lahir dari subkultur pesantren. Nurcholish Madjid adalah anak sulung dari lima bersaudara. Pendidikannya dimulai dari pesantren Darul Ulum Rejoso, Jombang selama 2 tahun. Kemudian Nurcholish Madjid melanjutkan pendidikannya ke KMI (Kulliyatul Muallimin al-Islamiyyah) di pesantren Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur sampai tamat pada tahun 1960. setelah tamat dari Gontor sebenarnya ia dipersiapkan untuk melanjutkan studinya ke al-Azhar, Kairo. Tetapi disebabkan beberapa faktor lain sehingga ia melanjutkan studinya di fakultas sastra dan kebudyaan Islam di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan tamat tahun 1968.
Sejak tahun 1978 hingga 1984 melanjutkan Pendidikan doktoralnya di University of Chicago dan meraih gelar Ph.D dengan disertasi berjudul Ibn Taimiyya on Kalam and Falsafa; Problem of reason and relevation in Islam (1984) atas beasiswa dari Ford Foundation. Selama kuliah ia aktif diberbagai kegiatan mahasiswa dan terpilih menjadi ketua umum pengurus besar HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) selama dua periode (1966-1969) dan (1969-1971). Jabatan lain : Presiden Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara (1967-1969) dan wakil sekjen IIFSO (International Islamic Federation Student Organization), direktur LKIS (Lembaga Kajian Islam Samanhudi), dosen Pasca Sarjana IAIN Jakarta, pendiri sekaligus ketua yayasan Paramadina, rektor universitas Paramadina Mulya (1998). Pemikiran Nurcholish Madjid dalam bidang keilmuan sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokoh di antara dua kutub, Barat dan Islam. Tokoh Islam seperti Muhammad Abduh dan Ibn Taimiyyah, sedang tokoh Barat seperti Robert N. Bellah, Marshall G.S Hodgson, Ernest Gellner, dan Erich Fromm. Sehingga tidak heran apabila buah pemikirannya adalah hasil sintesa atau jalan tengah dari berbagai peradaban. Ia juga dijuluki oleh para ilmuwan lain sebagai tipologi ilmuwan substantivistik dalam kelompok neo-modernis.
Masyarakat Madani
Ada tiga term utama yang digunakan oleh Nurcholish Madjid dalam merumuskan konsep masyarakat madani. Yaitu demokrasi, masyarakat madani, dan civility. Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, untuk menjalankan demokrasi perlu ruang yang kondusif dan mampu memberi kehidupan untuk berdemokrasi di dalamnya. Ruang atau rumah itu adalah masyarakat madani atau civil society. Adapun civility adalah kualitas etik yang dimiliki oleh masyarakat, berupa toleransi, keterbukaan, dan kebebasan yang bertanggung jawab. Kualitas masyarakat madani dapat diukur dari kualitas civility. Semakin terbuka dan bersedia untuk menerima pandangan, pendapat, dan perbedaan, maka semakin tinggi kualitas civility yang dimilikinya.
Lebih lanjut Nurcholish Madjid memandang masyarakat madani merupakan sebuah bentuk bangunan "kebersamaan". Masyarakat memiliki kesetaraan dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Hak-hak azasi dan seluruh kewajibannya diakui dan dihormati oleh negara. Semua kalangan memiliki kesadaran penuh akan peran dan tanggung jawab yang diembannya.
Nabi Muhammad Saw telah jauh sebelum munculnya masyarakat modern memberi contoh bagaimana membangun suatu peradaban yang ideal. Dengan hijrah ke Yatsrib, Nabi kemudian melakukan reformasi besar sebagai tandingan peradaban yang dimiliki oleh masyarakat Jahiliyah. Saat itu, masyarakat Arab secara sosio-kultural mengalami krisis kemanusiaan, kering akan nilai etika-spiritual, dan sistem kemasyarakatan yang tidak kondusif. Oleh karenanya, Nabi kemudian dalam dakwahnya melakukan perombakan-perombakan secara sistematis dan gradual (perlahan-lahan) agar masyarakat Arab memiliki kesadaran dan mau kembali kepada ajaran dan petunjuk Ilahi. Proses panjang selama kurang lebih 23 tahun inilah yang menurut Nurcholish Madjid sebagai sebuah proses transformasi menuju masyarakat madani.
Untuk menuju masyarakat madani tentu terdapat beberapa ciri utama yang harus dimiliki masyarakat. Nurcholish Madjid menggambarkan 6 ciri utama yakni :
1. Masyarakat Egaliter
Masyarakat egaliter atau egaliterianisme adalah masyarakat yang mengakui adanya kesetaraan dalam posisi di masyarakat dalam hak dan kewajiban tanpa memandang suku, keturunan, ras, agama dan sebagainya.
2. Penghargaan
Penghargaan yang dimaksud adalah penghargaan kepada orang lain bukan atas dasar prestise, keturunan, ras, dan sebagainya melainkan penghargaan atas prestasi dan kemampuan.
3. Partisipasi dan keterbukaan
Ciri masyarakat madani adalah kerendahan hati untuk tidak merasa selalu benar, kemudian kesediaan untuk mendengarkan pendapat orang lain untuk diambil dan diikuti mana yang terbaik. Keterbukaan ini menurut Nurcholish Madjid memberi peluang bagi adanya pengawasan sosial.
4. Hukum dan keadilan
Hukum dan keadilan harus ditegakkan kepada siapa, kapan dan di mana pun. Keadilan harus benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
5. Toleransi dan pluralisme
Kedua hal tersebut merupakan core (inti) dari civilty, yaitu sikap menghargai berbagai perbedaan yang ada tanpa ada pemaksaan kehendak, pendapat dan pandangan.
6. Musyawarah dan demokrasi
Musyawarah dan demokrasi menjadi unsur utama dalam membentuk masyarakat madani. Masyarakat madani merupakan masyarakat demokratis yang selalu mengedepankan musyawarah. Musyawarah adalah korelasi positif yang dibangun masyarakat dalam mempertemukan visi bersama serta memberikan hak dan kewajiban secara adil dan sejajar.
Yang menjadi pertanyaan adalah dapatkah bangsa Indonesia mengadopsi sistem sosial dalam masyarakat madani ini?. Dalam hal ini Nurcholish Madjid sangat optimis dengan menekankan pada dua azas yang harus dimiliki oleh bangsa Indonesia. Yaitu azas toleransi dan pluralisme. Kedua hal tersebut merupakan prestasi gemilang dalam sejarah umat manusia dimana Nabi mampu menerapkan bentuk keharmonisan dan keadilan di tengah-tengah kemajemukan dan berbagai perbedaan yang ada. Nurcholish Madjid mengingatkan bahwa untuk membentuk masyarakat madani perlu adanya negara yang kuat dan solid. Negara selain memberikan liberasi (kebebasan) namun harus diiringi demokratisasi dan keterbukaan negara sendiri menghadapi partisipasi masyarakatnya.
Nurcholish Madjid dalam setiap pemikirannya selalu berupaya melihat segala sesuatu secara substantif dan memilih jalan tengah dari setiap perdebatan baik secara teoritis dan praktis. Ia banyak terinspirasi pada pemikiran yang mensintesakan pemikiran Barat dan Islam dan berupaya menjembataninya. Oleh karenanya tidak heran ia banyak dikritik tentang pandangannya tentang masyarakat madani sebagai "ijtihad kontemporer" untuk membangun masyarakat ideal di Indonesia dengan mengambil contoh kehidupan Rasulullah dan masyarakat Madinah. Ia di pandang terlalu menitikberatkan pada persoalan kemajemukan dan kurang memperhatikan sistem khas (Islam) yang mengatur tatanan masyarakat Madinah.
Sehingga nampak kabur apakah konsep ini lebih dekat pada masyarakat Islam Madinah ataukan kondisi masyarakat Barat dalam civil society-nya. Sebab masyarakat yang dibangun Nabi Saw berlandaskan Aqidah Islamiyyah. Masyarakat atau pun negara bukan dibangun atas dasar kepentingan yang sama, melainkan terbentuk atas dasar perspektif, perasaan, dan misi yang sama.
Biografi Nurcholish Madjid
Nurcholish Madjid lahir di Jombang, Jawa Timur 17 maret 1939/26 Muharram 1358 H. Ayahnya K.H Abdul Madjid, seorang Kyai jebolan pesantren Tebuireng, Jombang. Ibunya Hj. Mardiyah Fathonah Madjid adalah putri Kyai Abdullah Sadjad teman baik Kyai Hasyim Asy'ari. Sketsa ini menggambarkan bahwa Nurcholish Madjid lahir dari subkultur pesantren. Nurcholish Madjid adalah anak sulung dari lima bersaudara. Pendidikannya dimulai dari pesantren Darul Ulum Rejoso, Jombang selama 2 tahun. Kemudian Nurcholish Madjid melanjutkan pendidikannya ke KMI (Kulliyatul Muallimin al-Islamiyyah) di pesantren Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur sampai tamat pada tahun 1960. setelah tamat dari Gontor sebenarnya ia dipersiapkan untuk melanjutkan studinya ke al-Azhar, Kairo. Tetapi disebabkan beberapa faktor lain sehingga ia melanjutkan studinya di fakultas sastra dan kebudyaan Islam di IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan tamat tahun 1968.
Sejak tahun 1978 hingga 1984 melanjutkan Pendidikan doktoralnya di University of Chicago dan meraih gelar Ph.D dengan disertasi berjudul Ibn Taimiyya on Kalam and Falsafa; Problem of reason and relevation in Islam (1984) atas beasiswa dari Ford Foundation. Selama kuliah ia aktif diberbagai kegiatan mahasiswa dan terpilih menjadi ketua umum pengurus besar HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) selama dua periode (1966-1969) dan (1969-1971). Jabatan lain : Presiden Persatuan Mahasiswa Islam Asia Tenggara (1967-1969) dan wakil sekjen IIFSO (International Islamic Federation Student Organization), direktur LKIS (Lembaga Kajian Islam Samanhudi), dosen Pasca Sarjana IAIN Jakarta, pendiri sekaligus ketua yayasan Paramadina, rektor universitas Paramadina Mulya (1998). Pemikiran Nurcholish Madjid dalam bidang keilmuan sangat dipengaruhi oleh tokoh-tokoh di antara dua kutub, Barat dan Islam. Tokoh Islam seperti Muhammad Abduh dan Ibn Taimiyyah, sedang tokoh Barat seperti Robert N. Bellah, Marshall G.S Hodgson, Ernest Gellner, dan Erich Fromm. Sehingga tidak heran apabila buah pemikirannya adalah hasil sintesa atau jalan tengah dari berbagai peradaban. Ia juga dijuluki oleh para ilmuwan lain sebagai tipologi ilmuwan substantivistik dalam kelompok neo-modernis.
Masyarakat Madani
Ada tiga term utama yang digunakan oleh Nurcholish Madjid dalam merumuskan konsep masyarakat madani. Yaitu demokrasi, masyarakat madani, dan civility. Sebagaimana diungkapkan sebelumnya, untuk menjalankan demokrasi perlu ruang yang kondusif dan mampu memberi kehidupan untuk berdemokrasi di dalamnya. Ruang atau rumah itu adalah masyarakat madani atau civil society. Adapun civility adalah kualitas etik yang dimiliki oleh masyarakat, berupa toleransi, keterbukaan, dan kebebasan yang bertanggung jawab. Kualitas masyarakat madani dapat diukur dari kualitas civility. Semakin terbuka dan bersedia untuk menerima pandangan, pendapat, dan perbedaan, maka semakin tinggi kualitas civility yang dimilikinya.
Lebih lanjut Nurcholish Madjid memandang masyarakat madani merupakan sebuah bentuk bangunan "kebersamaan". Masyarakat memiliki kesetaraan dalam melaksanakan hak dan kewajibannya. Hak-hak azasi dan seluruh kewajibannya diakui dan dihormati oleh negara. Semua kalangan memiliki kesadaran penuh akan peran dan tanggung jawab yang diembannya.
Nabi Muhammad Saw telah jauh sebelum munculnya masyarakat modern memberi contoh bagaimana membangun suatu peradaban yang ideal. Dengan hijrah ke Yatsrib, Nabi kemudian melakukan reformasi besar sebagai tandingan peradaban yang dimiliki oleh masyarakat Jahiliyah. Saat itu, masyarakat Arab secara sosio-kultural mengalami krisis kemanusiaan, kering akan nilai etika-spiritual, dan sistem kemasyarakatan yang tidak kondusif. Oleh karenanya, Nabi kemudian dalam dakwahnya melakukan perombakan-perombakan secara sistematis dan gradual (perlahan-lahan) agar masyarakat Arab memiliki kesadaran dan mau kembali kepada ajaran dan petunjuk Ilahi. Proses panjang selama kurang lebih 23 tahun inilah yang menurut Nurcholish Madjid sebagai sebuah proses transformasi menuju masyarakat madani.
Untuk menuju masyarakat madani tentu terdapat beberapa ciri utama yang harus dimiliki masyarakat. Nurcholish Madjid menggambarkan 6 ciri utama yakni :
1. Masyarakat Egaliter
Masyarakat egaliter atau egaliterianisme adalah masyarakat yang mengakui adanya kesetaraan dalam posisi di masyarakat dalam hak dan kewajiban tanpa memandang suku, keturunan, ras, agama dan sebagainya.
2. Penghargaan
Penghargaan yang dimaksud adalah penghargaan kepada orang lain bukan atas dasar prestise, keturunan, ras, dan sebagainya melainkan penghargaan atas prestasi dan kemampuan.
3. Partisipasi dan keterbukaan
Ciri masyarakat madani adalah kerendahan hati untuk tidak merasa selalu benar, kemudian kesediaan untuk mendengarkan pendapat orang lain untuk diambil dan diikuti mana yang terbaik. Keterbukaan ini menurut Nurcholish Madjid memberi peluang bagi adanya pengawasan sosial.
4. Hukum dan keadilan
Hukum dan keadilan harus ditegakkan kepada siapa, kapan dan di mana pun. Keadilan harus benar-benar dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
5. Toleransi dan pluralisme
Kedua hal tersebut merupakan core (inti) dari civilty, yaitu sikap menghargai berbagai perbedaan yang ada tanpa ada pemaksaan kehendak, pendapat dan pandangan.
6. Musyawarah dan demokrasi
Musyawarah dan demokrasi menjadi unsur utama dalam membentuk masyarakat madani. Masyarakat madani merupakan masyarakat demokratis yang selalu mengedepankan musyawarah. Musyawarah adalah korelasi positif yang dibangun masyarakat dalam mempertemukan visi bersama serta memberikan hak dan kewajiban secara adil dan sejajar.
Yang menjadi pertanyaan adalah dapatkah bangsa Indonesia mengadopsi sistem sosial dalam masyarakat madani ini?. Dalam hal ini Nurcholish Madjid sangat optimis dengan menekankan pada dua azas yang harus dimiliki oleh bangsa Indonesia. Yaitu azas toleransi dan pluralisme. Kedua hal tersebut merupakan prestasi gemilang dalam sejarah umat manusia dimana Nabi mampu menerapkan bentuk keharmonisan dan keadilan di tengah-tengah kemajemukan dan berbagai perbedaan yang ada. Nurcholish Madjid mengingatkan bahwa untuk membentuk masyarakat madani perlu adanya negara yang kuat dan solid. Negara selain memberikan liberasi (kebebasan) namun harus diiringi demokratisasi dan keterbukaan negara sendiri menghadapi partisipasi masyarakatnya.
Nurcholish Madjid dalam setiap pemikirannya selalu berupaya melihat segala sesuatu secara substantif dan memilih jalan tengah dari setiap perdebatan baik secara teoritis dan praktis. Ia banyak terinspirasi pada pemikiran yang mensintesakan pemikiran Barat dan Islam dan berupaya menjembataninya. Oleh karenanya tidak heran ia banyak dikritik tentang pandangannya tentang masyarakat madani sebagai "ijtihad kontemporer" untuk membangun masyarakat ideal di Indonesia dengan mengambil contoh kehidupan Rasulullah dan masyarakat Madinah. Ia di pandang terlalu menitikberatkan pada persoalan kemajemukan dan kurang memperhatikan sistem khas (Islam) yang mengatur tatanan masyarakat Madinah.
Sehingga nampak kabur apakah konsep ini lebih dekat pada masyarakat Islam Madinah ataukan kondisi masyarakat Barat dalam civil society-nya. Sebab masyarakat yang dibangun Nabi Saw berlandaskan Aqidah Islamiyyah. Masyarakat atau pun negara bukan dibangun atas dasar kepentingan yang sama, melainkan terbentuk atas dasar perspektif, perasaan, dan misi yang sama.
ARTIKEL Kantor dan Intansi
Post a Comment
Terima Kasih Telah Berkunjung, Suka postingan ini?Tinggalkan komentar di bawah ini, terima kasih! :)